02.52

Bait 30 Desember 2011


Mungkin ini bait terakhir sketsa cerita kita, mungkin juga tidak. Tapi yang jelas ini bukanlah yang pertama. Sepanjang engkau disini, barangkali bukan satu atau dua kali aku menulis cerita biru, yang sekarang nyaris kelabu. Lima tahun sayang, selama itu pula aku berusaha untukmu, bagimu mungkin tak berasa, tapi setidaknya itu adanya dengan segala kelemahanku. Kita bukanlah apa-apa, tapi cerita ini adalah segalanya. Langit-langit kamar, sudut perkotaan yang bising, atau mungkin di tepian sawah yang kuharap sedikit ketenangan. Tiada lain yang bisa kutemukan hanyalah kosong. Yaah, sekali lagi cerita ini bukanlah apa-apa, melainkan hanyalah berawal dan berujung pada saja. Mungkin saja aku hanya sosok figuran yang sejenak hadir untuk menjagamu, mengajarkan sedikit tipu daya dunia, atau indahnya hidup dalam cinta. Tapi mungkin juga, engkau merasakannya tak lebih dari sekedar onggokan daging bernyawa dengan berjuta kebinatangan yang sekali lagi mungkin saja hanya engkau anggap bukan apa-apa.
Engkau jenuh, tentu saja kejenuhan akan menghampirimu sayang, selama engkau tak berdiri dari sini, dari tempat aku melihat semua. Kewarasanmu sangatlah relasional sayang, sangat kuhargai itu. Karena sewajarnya, bukan manusia waras yang bisa memahami orang-orang yang ditakdirkan sebagai figura, garis bantu di pinggir kertas. Aku telah melihatmu tumbuh dan berkembang, meskipun tempat ini, tidak pernah engkau ketahui. Aku melihatmu remaja, lugu dan apa adanya. Aku melihatmu cemburu, terluka, dan bahagia atas nama cinta. Aku melihatmu beranjak dewasa, mulai melihat dunia dengan mata berbinar. Yaah, engkau sangat normal, aku menyenangi itu. Aku melihatmu semakin dewasa, bukan lagi remaja yang memuja cinta. Terlihat seolah realistis, semakin anggun dan menawan bagiku.
Aku melihatmu mulai gelisah, khawatir semua mimpi dewasamu menua, aku melihatmu menyerah, mencoba untuk benar-benar realistis tampa peduli dengan apa itu cinta. Aku melihatmu mamaki, berkeras hati & dan berurai air mata.
Sejujurnya aku bahagia, meski terluka. Setidaknya aku telah memperkenalkanmu dengan dunia ada apanya. Bukan apa adanya, selayaknya dari sini, dari tempat aku melirikmu manja, memujamu cinta.
Aku terluka, ahh itu biasa. Mungkin engkau lebih merasakannya. Aku berurai air mata, ahh itu juga biasa, karena engkau pun pernah membuat ini sebelumnya. Yaah, paling tidak sampai sekarang hanya kalian berdua yang sanggup melakukannya.
Aku cinta kalian berdua ?!? sepertinya itu tidak perlu dipertanyakan lagi. Sekalipun kalian tereliminasi atau mengeliminasikan diri, sekalipun kalian disubtitusi, bahkan tersubtitusi. Ada tempat disini yang tidak bisa diisi kembali. Ruang kosong ini sekalipun lubang menganga, setidaknya masih ada jejak langkah kalian disini. Itu sudah cukup.
Berdua kalian membawa serta bongkahan-bongkahan keyakinanku. Tapi tenang saja, aku masih hidup, seonggok daging ini masih bisa dimiliki manusia-manusia lain. Jangan khawatirkan aku, karena mungkin kalian pun sudah lelah memperhatikanku. Kehidupan memang tidak berhenti saat kalian lelah dan berlalu, tapi hidupku sungguh terjebak dalam romantika masa-lalu.
Di bait ini, harus kuakui ketidaknormalanku sering membuat kalian lelah. Sudut tempat aku melihat dunia, bagimu mungkin bukanlah tempat yang layak untuk dikunjungi. Tapi pernahkah terpikir bahwa orang-orang gila itu memahami apa yang tidak kalian ketahui. Ahh, itu terlihat tidak adil. semestinya kita sadari bahwa dunia tidak pernah adil mengikuti hati. Orang—orang aneh yang terasingkan dari kenormalan dunia, menjadi lapuk dan tertinggal. Kesepian, adalah ketidak mampuan kami untuk menormalkan diri seperti kalian, atau mungkin juga sebaliknya. Tapi yang pasti, engkau lebih dari sekadar inspirasi syair perjalananku ini.

Terimakasih cinta, aku cintamu apa adanya.

0 komentar: