Mungkin ini bait terakhir
sketsa cerita kita, mungkin juga tidak. Tapi yang jelas ini bukanlah
yang pertama. Sepanjang engkau disini, barangkali bukan satu atau dua
kali aku menulis cerita biru, yang sekarang nyaris kelabu. Lima tahun
sayang, selama itu pula aku berusaha untukmu, bagimu mungkin tak
berasa, tapi setidaknya itu adanya dengan segala kelemahanku. Kita
bukanlah apa-apa, tapi cerita ini adalah segalanya. Langit-langit
kamar, sudut perkotaan yang bising, atau mungkin di tepian sawah yang
kuharap sedikit ketenangan. Tiada lain yang bisa kutemukan hanyalah
kosong. Yaah, sekali lagi cerita ini bukanlah apa-apa, melainkan
hanyalah berawal dan berujung pada saja. Mungkin saja aku hanya sosok
figuran yang sejenak hadir untuk menjagamu, mengajarkan sedikit tipu
daya dunia, atau indahnya hidup dalam cinta. Tapi mungkin juga,
engkau merasakannya tak lebih dari sekedar onggokan daging bernyawa
dengan berjuta kebinatangan yang sekali lagi mungkin saja hanya
engkau anggap bukan apa-apa.
Engkau jenuh, tentu saja
kejenuhan akan menghampirimu sayang, selama engkau tak berdiri dari
sini, dari tempat aku melihat semua. Kewarasanmu sangatlah relasional
sayang, sangat kuhargai itu. Karena sewajarnya, bukan manusia waras
yang bisa memahami orang-orang yang ditakdirkan sebagai figura, garis
bantu di pinggir kertas. Aku telah melihatmu tumbuh dan berkembang,
meskipun tempat ini, tidak pernah engkau ketahui. Aku melihatmu
remaja, lugu dan apa adanya. Aku melihatmu cemburu, terluka, dan
bahagia atas nama cinta. Aku melihatmu beranjak dewasa, mulai melihat
dunia dengan mata berbinar. Yaah, engkau sangat normal, aku
menyenangi itu. Aku melihatmu semakin dewasa, bukan lagi remaja yang
memuja cinta. Terlihat seolah realistis, semakin anggun dan menawan
bagiku.
Aku melihatmu mulai
gelisah, khawatir semua mimpi dewasamu menua, aku melihatmu menyerah,
mencoba untuk benar-benar realistis tampa peduli dengan apa itu
cinta. Aku melihatmu mamaki, berkeras hati & dan berurai air
mata.
Sejujurnya aku bahagia,
meski terluka. Setidaknya aku telah memperkenalkanmu dengan dunia ada
apanya. Bukan apa adanya, selayaknya dari sini, dari tempat aku
melirikmu manja, memujamu cinta.
Aku terluka, ahh itu
biasa. Mungkin engkau lebih merasakannya. Aku berurai air mata, ahh
itu juga biasa, karena engkau pun pernah membuat ini sebelumnya.
Yaah, paling tidak sampai sekarang hanya kalian berdua yang sanggup
melakukannya.
Aku cinta kalian berdua
?!? sepertinya itu tidak perlu dipertanyakan lagi. Sekalipun kalian
tereliminasi atau mengeliminasikan diri, sekalipun kalian
disubtitusi, bahkan tersubtitusi. Ada tempat disini yang tidak bisa
diisi kembali. Ruang kosong ini sekalipun lubang menganga, setidaknya
masih ada jejak langkah kalian disini. Itu sudah cukup.
Berdua kalian membawa
serta bongkahan-bongkahan keyakinanku. Tapi tenang saja, aku masih
hidup, seonggok daging ini masih bisa dimiliki manusia-manusia lain.
Jangan khawatirkan aku, karena mungkin kalian pun sudah lelah
memperhatikanku. Kehidupan memang tidak berhenti saat kalian lelah
dan berlalu, tapi hidupku sungguh terjebak dalam romantika masa-lalu.
Di bait ini, harus kuakui
ketidaknormalanku sering membuat kalian lelah. Sudut tempat aku
melihat dunia, bagimu mungkin bukanlah tempat yang layak untuk
dikunjungi. Tapi pernahkah terpikir bahwa orang-orang gila itu
memahami apa yang tidak kalian ketahui. Ahh, itu terlihat tidak adil.
semestinya kita sadari bahwa dunia tidak pernah adil mengikuti hati.
Orang—orang aneh yang terasingkan dari kenormalan dunia, menjadi
lapuk dan tertinggal. Kesepian, adalah ketidak mampuan kami untuk
menormalkan diri seperti kalian, atau mungkin juga sebaliknya. Tapi
yang pasti, engkau lebih dari sekadar inspirasi syair perjalananku
ini.
Terimakasih cinta, aku
cintamu apa adanya.
Facebook comments untuk blogger untuk mendapatkannya KLIK di sini
0 komentar:
Posting Komentar