Behind The Scene
Link Sahabat
Facebook Badge
Pengunjung
Behind The Scene
Kami adalah wujud dari rasa takutmu, yang menjelma dari tiap dosa-dosa usang yang berkarat di catatan. Kami radang dari semua bentuk baikmu, titik hitam dari titik putihmu, atau sebaliknya. Kami merajut tiap mimpi-mimpi kotormu,
menganyam bagiannya menjadi permadani qalammu, sebagai lapisan terinjak dari kebaikanmu. Termarginalkan kami dari kebajikanmu.
Bukan kami tak mau tidur cepat,
tp hati ini tertautkan waktu yang sekarat
bukan pula kami enggan lelap,
cuma jiwa ini sudah terlalu lelah beristirahat
bukan kami suka terjaga,
bukannya kami lebih bosan terus menjaga
bukan, bukan dan bukan karena sebab
sebab ada yang tak punya karena
dan itu . . .
D mata uang kulihat matamu, trlukis semu penuh rindu
tiap hari kubawa selalu, hingga resah bila kulupa
dan demi itu pula, hampir seumur hidup kita terpisah
semua hal, kubayar dengan potret mu, dan hampir semua itu seharga kamu
dimatamu, kulihat mata uang, kulukis pilu, seputih salju
Medan, 1 Mar '13
Dan akhirnya disini, diujung jalan ini, ketika kau telah sendiri, karena telah datang masa untuk kau hadapi. Adalah ketika semua yang kau miliki, atau setidaknya yang kau rasa kaulah pemiliknya, ketika semua itu satu persatu memudar, atau tiba-tiba lenyap tak kembali. Ketika semua yang kau yakini selama ini, tiada lebih dari ilusi, dan ketika semua imanmu dipertanyakan lagi.
26 feb '13
Dan diakhir hayat, seperti yang pernah kulihat, masih berupaya mencintai apa-apa yg biasa mereka sebut kesuksesan, dalam gelimang kemapanan, sebagai ganti perjuangan yang terlewatkan. Sungguh harga yang mahal, ketika nyawa meregang, kau masih berusaha untuk mencinta sesuatu dengan realitas semu. Beruntunglah orang-orang yang menderita,, yang hidupnya tidak lebih berharga dari perjuangan itu sendiri.
medan, 4 Feb '13
Jakarta, 22 Juni '13 --------------------[19-08-21]-------------------------
Dan di akhir hayat, seperti yang pernah kulihat
masih berupaya mencintai apa-apa yang biasa mereka sebut kesuksesan, dalam gelimang kemapanan.
sebagai ganti untuk perjuangan yang terlewatkan.
Sungguh harga yang mahal -
Ketika nyawa meregang, kau masih berusaha untuk mencintai sesuatu dengan realitas semu
beruntunglah orang-orang yang menderita, yang hidupnya tidak lebih berharga dari perjuangan itu sendiri.
Medan, 4 Februari 2013
Sayang, sampai jumpa di ujung jalan. Karena ini adalah persimpangan, dan karena hutangku belum terlunaskan...
Aku pernah memanggilmu rumah, ratusan hari yang lalu - dan ratusan lebih kemudian berlalu
Menyapamu huma, bak pondok kecil di atas bukit cadas.
Sesuatu tempat untuk kembali, tempat yang selalu mengambil hati untuk tak pergi.
Yang kita bangun dari ranting pinus tua, di dindingi anyaman bambu, kita atapi ijuk dan jerami.
B i a r k a n d i a t e t a p b e r l a n t a i b u m i , a g a r t i a d a l u p a t e m p a t k e m b a l i -
Bulan merah jambu turun didusunku
gerimis dipeluk badai,
menyapu pucuk rambutan - durian.
A K U R I N D U ! ! ! ! ! !
Tapi tuhan menghendakimu,
menggantimu dengan batang pisang di bilikku.
Tuhan tak biarkan hamba berdoa
karna tahu, tahu do'a berisi sumpah.
Tuhan tak bolehkan hamba meminta
karna mengerti, mengerti pinta meminta murka.
Tuhan tak izinkan hamba memohon
tiada mohon melainkan prahara.
tuhan tak memberi daya untuk berkata
karna tiada sanggup untuk tidak mengabulkannya.
Likat - likat tulang belikat
selikatnya ikat, tak hendak mengikat.
Susuk - menyucuk tulang rusuk
selisih rusuk, sering menyucuk.
Likat - likat tulang belikat
seikat rusuk, mengamuk !!!
Seperti sepi yang perlahan menghunus pedang
Dua mata siap membelah
dua mata mencabik benang percaya
dua mata bahkan masih tak percaya
bahwa mata hati sudah mendua
Dua mata, mata dua.
mata sudah tidak lagi dua.
Bukannya mata tinggal sebelah ?
ahh, sudah.